Social Icons

Friday, August 2, 2013

Gubernur Mengaku Belum Menerima Surat Mendagri

Terkait Teguran Untuk Bupati Butur
SULTRA - Surat Mendagri berisi instruksi ke Gubernur Sultra, H. Nur Alam untuk melakukan pemeriksaan pada Bupati Butur, Ridwan Zakaria karena dianggap melanggar UU, entah ke mana. Gubernur yang ditemui justru mengaku tak mengetahui keberadaan surat yang telah dikirim pihak Kemendagri sejak 19 Juli lalu. "Saya belum menerima  suratnya hingga hari ini. Saya belum tahu isinya apa. Namun setelah dicek ternyata memang belum ada," ungkap Nur Alam ketika ditemui seusai memimpin upacara gelar pasukan Operasi Ketupat 2013 di MTQ Square, Kamis (1/8) kemarin.
   
Gubernur dua periode itu pun berdalih,  keabsahan surat yang kini justru telah beredar di masyarakat itu tetap harus diteliti dulu. Apa tujuannya, bagaimana petunjuknya, serta tugas apa yang diberikan Mendagri pada gubernur, itu yang harus dipastikan. "Saya tidak mau berspekulasi. Soalnya, surat itu sudah beredar lebih dulu di masyarakat. Bahkan sudah dilampirkan juga dengan petisi dari kelompok masyarakat yang saya anggap sarat kepentingan politik dari pada substansi isi surat," belanya.
   
Memang meski mengaku belum menerima surat tertanggal 19 Juli sebagai tindaklanjut hasil pemeriksaan khusus Itjen Kemendagri terhadap pelanggaran peraturan perundang-undangan oleh bupati Butur, namun gubernur tetap mengikuti informasi tersebut. Hanya saja, karena belum menerima secara resmi, sehingga belum bisa mengambil langkah tegas yang diperlukan. "Saya belum bisa menjelaskan secara rinci, sampai ada kejelasan keberadaan surat itu," ulangnya. Sehari sebelumnya, ada sekelompok masyarakat berpanji Aliansi Masyarakat Buton Utara dan Mybrat Bersatu Pembela Undang-Undang RI (AM-BURAT-BPURI) menggelar demonstrasi di simpang MTQ Square, Kendari. Mereka mendesak agar Gubernur Sultra melalui Inspektorat Provinsi segera melakukan pemeriksaan khusus atas dugaan korupsi pembangunan sarana-prasarana perkantoran yang dibangun di luar ibu kota Butur.
   
Bukan hanya itu, dalam keterangan tertulis mereka, Pimpinan Aksi, Ikhwan Karmawan menjelaskan teguran Mendagri sudah berulang kali dilayangkan pada Bupati Butur atas pelanggaran dilakukannya, namun tak pernah diindahkan. Mereka berharap ketegasan gubernur untuk secepatnya bersikap supaya tidak menimbulkan keresahan berlarut-larut di masyarakat. Dalam catatan  AM-BURAT-BPURI, sudah tiga kali Mendagri plus Dirjen Otda memberikan instruksi pada Bupati Butur melalui Gubernur untuk taat pada UU No 14 tahun 2007 yang menempatkan Buranga sebagai ibu kota Butur. Namun sayangnya, tak satupun diindahkan. Surat Mendagri itu mulai dari nomor 130.74/2336/SJ tanggal 22 Juni 2011, Surat Dirjen OTDA nomor 130.74/4334/OTDA, tanggal 27 September 2011, Surat Mendagri nomor 130.74/4973/SJ, tanggal 4 Desember 2012 dan terakhir SE Mendagri nomor 700/3784/SJ, tentang hasil pemeriksaan khusus pelanggaran dan pembangkangan terhadap peraturan perundangan oleh Bupati Butur tanggal 19 Juli 2013.
   
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi I DPRD Sultra, Yaudu Salam Ajo menilai "drama" yang dipertontonkan Pemerintah Buton Utara dengan tidak mengikuti perintah UU dalam penempatan ibu kota akan menjadi contoh kurang bagus dalam tatanan pemerintahan. Pasalnya, itu bisa memancing polemik berkepanjangan pada pihak-pihak berkepentingan. "Kalau ini dibiarkan, maka daerah lain bisa saja mengikuti hal serupa. Apapun alasannya tidak mengikuti arahan UU, itu suatu pelanggaran," terangnya.

Mengantisipasi hal itu, gubernur harusnya cepat mengambil langkah tegas sesuai instruksi Mendagri supaya ada solusi. Jika tak diindahkan, maka Mendagri bisa langsung bersikap. "Karena pembina pemerintahan itu kan Mendagri. Begitu juga soal sanksi nantinya," tandasnya. Sebelumnya, Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kemendagri, Restuardi Daud, menjelaskan, Mendagri, Gamawan Fauzi kembali mengeluarkan surat setelah pihak kementerian menurunkan tim di Butur untuk melakukan penyelidikan. Hasilnya, memang terjadi pelanggaran terkait penempatan ibu kota kabupaten yang seharusnya di Buranga, namun dialihkan ke tempat lain oleh Ridwan Zakariah. Kapuspenkum menegaskan, seharusnya sebagai seorang Bupati, bisa menjalankan aturan yang ada namun yang terjadi di Butur, beberapa kali teguran Mendagri tak pernah diindahkan.
   
"Ada prosesnya, jadi kenapa kita surati gubernur, agar ditindaklanjuti sesuai UU. Kalau sanksinya, kita tunggu saja bagaimana proses pemeriksaan di sana,” ucapnya. Melalui surat itu, Mendagri tegas menyatakan, Ridwan Zakariah secara nyata melanggar UU No. 14 Tahun 2007 Pasal 7 terkait kedudukan Ibukota Buton Utara. Ardi mengatakan, jika telah dilakukan pemeriksaan, maka akan diketahui bagaimana langkah yang akan diambil oleh Bupati. “Kita tunggu saja, bagaimana hasil dari surat yang telah diberikan,” paparnya. Untuk diketahui, Butur terbentuk tanggal 27 Juli 2007 melalui Undang-undang No 14 tahun 2007, namun sampai saat ini penempatan Ibu Kota Kabupaten Buton Utara (Butur) terus saja menjadi polemik. UU secara tegas menyatakan bahwa Ibu Kota Butur terletak di Buranga, namun pembangunan infrastutur pemerintahan daerah di Kecamatan Kulisusu Ereke.

Kondisi tersebut sempat membuat konflik antara warga, yang menuding bupati menunjukan keinginannya menjadikan Ereke sebagai ibu kota dengan membangun seluruh perkantoran di Ereke termasuk kantor bupati dan gedung DPRD. Sikap Ridwan tersebut sontak membuat marah sebagian masyarakat Butur. Mereka menganggap Bupati telah melakukan pelanggaran terhadap UU.

Sumber: kendari pos

No comments:

Post a Comment