Social Icons

Saturday, July 27, 2013

Hampir Dua Pekan Konawe Masih Terendam

Debit Air Makin Tinggi Dijalur Kendari-Konawe-Konut

 SULTRA (Unaaha) -
Sudah hampir dua pekan terakhir, dua titik utama di jalur lintas Kendari-Konawe-Konawe Utara terendam banjir yang tak jua surut sejak 16 Juli lalu. Imbasnya, akses transportasi termasuk ekonomi juga jadi tersendat. Dua titik jalan yang direndam banjir yakni di Sampara dan Pondidaha, jadi tempat masyarakat setempat melestarikan pungutan illegal, dengan menawarkan jasa menyeberangan bagi kendaraan yang melintas.
   
Awalnya pengguna jalan memaklumi, namun lambat laun mereka mulai risih dan mengeluh. Terlebih ketika harga jasa penyebarangan yang ditawarkan masyarakat dinaikan “semena-mena”. Yang menjadi pertanyaan para pengendara roda dua dan empat adalah, dimana solusi dari pemerintah atas masalah tersebut? Mengingat mereka yang menggunakan jalan tentu sudah membayar pajak pada pemerintah.
   
Beberapa pejabat Dinas PU Sultra yang semalam dihubungi tak mengangkat telepon selulernya. Penjelasan soal masalah ini diperoleh Kendari Pos dari Kabag Humas Pemprov Sultra, Kusnadi. Sayangnya, juru bicara Pemprov ini sepertinya melemparkan tanggungjawab persoalan tersebut ke Pemkab Konawe, meski jalur tersebut merupakan jalan nasional, karena secara administratif berada di Konawe.
   
"Yang jelas hari ini, gubernur akan menggelar rapat koordinasi Kadis PU dan Ketua Bappeda se-Sultra untuk menyikapi pasca banjir. Terutama di Pohara dan daerah lain. Khusus kejadian di Pohara, kalau memungkinkan Dinas PU berencana akan meninggikan bahu jalan tahun depan. Agar tidak banjir lagi. Anggarannya bisa di APBD maupun APBD karena ini jalan nasional. Hanya saja ada mekanismenya," ujar Kusnadi semalam.
   
Lalu bagaimana langkah antisipatif Pemprov Sultra atas jembatan darurat yang diswadayakan masyarakat Pohara? Apakah akan terus dibiarkan lalu dikomersialkan masyarakat? "Bukan dibiarkan. Lagipula tidak mungkin membangun jembatan secepat ini disana. Ini kan banjir kiriman," jawab Kusnadi.    
   
Mengapa tidak Pemprov Sultra membuat jalur alternatif yang tidak memberatkan pengguna jalan dengan maraknya pungutan disepanjang jalan? "Sudah itu, hari ini akan dibicarakan dalam rapat teknis nanti. Apakah menggunakan APBD dan ada mekanismenya. Ini yang akan disiasati. Karena ini jalan nasional maka harus dikoordinasikan dengan Pemda Konawe," tegasnya sembari menambahkan rapat itu juga akan membahas tanggap darurat atas infrastruktur jalan yang menggunakan anggaran APBD terkait transportasi.     
  
Sementara itu, Wakil Bupati Konawe, Parinringi hanya bisa pasrah dan tak berdaya melihat kondisi itu. Pemerintah hanya bisa mengeluarkan himbauan agar jangan ada pungutan di dua titik jalan yang digenangi banjir. “Kami sudah himbau agar masyarakat setempat tidak memberatkan para pengguna jalan, seperti yang ada di Sampara dan Pondiddaha. Dinas Perhubungan dan Polres juga sudah kami minta untuk mengontrol masalah ini,” ujarnya, kemarin.
   
Sementara itu, menyikapi solusi atas permasalahan tersebut, Kabag Umum dan Protokoler Pemda Konawe, Muh. Akbar mengaku pemerintah belum punya daya. “Kita memang belum bisa berbuat apa-apa, kecuali menghimbau dan mengontrol masyarakat agar tidak melakukan pungutan berlebihan. Kalau jalan alternatif di Pondidaha yang digunakan masyarakat untuk melakukan pungutan itu kami sudah tegaskan. Namun kalau memang sudah banyak keluhan dari pengguna jalan, saya akan laporkan ini ke pak bupati, biar kami carikan solusinya,” jelasnya.
   
Kalaupun sudah ada himbauan dan larangan untuk melakukan pungutan, tetap saja itu diabaikan masyarakat. Di Sampara misalnya, masryarakat merasa wajib dan sah-sah saja jika melakukan pungutan terhadap pengendara yang menyeberang. Alasannya, warga sudah membuat jembatan yang bisa dilalui mobil dan motor dengan uang mereka, sehingga bagi yang lewat sudah seharusnya membayar.
   
Dinas Perhubungan (Dishub) Konawe juga seperti tak berdaya. Kata Kadishub, Firdau P. Raha, dirinya tak enak hati melarang masyarakat menarik pungutan. Di Sampara misalnya, jembatan penyeberangan dibuat masyarakat. Itu artinya, jika dilarang akan terjadi benturan, karena itu sudah menjadi mata pencaharian baru masyarakat. “Kami dari Dishub kabupaten tidak punya wewenang untuk melakukan pelarangan,” ujarnya.
   
Firdaus melajutkan, tugas Dishub Kabupaten hanya mengurusi malasah trnasportasi kalau ada penumpukan mobil di titik tersebut. Tidak kemudian memiliki wewenang untuk kebijakan tertentu di tempat itu. Lagi pula kata Firdaus, urusan jalan trnas Sulawesi tersebut tepatnya dihendel oleh Dishub Provinsi, bukan kabupaten. “Namun karena ini ada di aderah kami, makanya kami turun lapangan juga,” jelasnya.

Sumber: kendari pos



No comments:

Post a Comment