Social Icons

Wednesday, July 24, 2013

Wacana Membuat Delapan Liga di Indonesia


PUMA Kendari:
Paul Cumming, pelatih asal Inggris yang telah 30 tahun berkecimpung di dunia sepak bola Indonesia (dan jadi WNI), menawarkan ide menarik tentang format kompetisi sepak bola nasional. Dalam artikelnya di DetikSport, dia mengusulkan pembuatan liga wilayah.

Dengan begini, nantinya ada satu liga di Sumatera, tiga laga di Jawa, satu di Sulawesi, satu di Kalimantan, satu di Nusa Tenggara + Bali + Maluku dan satu di Papua.

Para pemenang liga wilayah kemudian akan bertanding di Jakarta guna mencari yang terbaik dari delapan juara itu. Tidak ada lagi sistem home tournament yang kerap memenangkan tuan rumah, tulis Paul.

Bagi klub, format seperti yang diusulkan Paul ini jelas menguntungkan. Mereka tidak lagi menghadapi kendala jarak dan infrastruktur perhubungan. Cerita seperti Persiwa Wamena yang hanya bermain dengan tujuh pemain saat melawan Barito Putera (karena tidak dapat tiket pesawat) dapat dicegah. Biaya perjalanan dan akomodasi selama musim pertandingan bisa ditekan.

Minat Suporter Menurun?
Kompetisi berlabel nasional jelas memiliki gengsi lebih besar dibandingkan label wilayah. Ini tidak hanya berlaku pada suporter, tetapi juga sponsor. Sebuah klub yang memenangi liga wilayah dan kemudian mampu menandingi tujuh juara wilayah lainnya tentu akan menarik perhatian suporter dan sponsor.

Kompetisi lanjutan setelah liga wilayah akan memastikan bahwa sang pemenang adalah juara nasional, sehingga tak perlu ada kekhawatiran minat suporter akan menurun.

Malah, pendukung setiap klub sebenarnya amat diuntungkan dengan sistem kompetisi seperti yang diusulkan Paul Cumming. Jarak tempuh pertandingan yang lebih dekat, tentu berarti biaya transportasi dan akomodasi yang lebih murah setiap kali menemani tim kesayangan berlaga di luar kandang. Makin banyak orang yang mampu bepergian menyaksikan pertandingan.

Perlu Riset Potensi Pasar
Seperti halnya suporter, sponsor pun bisa terkena dampak dengan adanya perubahan kompetisi. Namun, sponsor akan melihat bagaimana perilaku suporter untuk menyikapi perubahan kompetisi.

Sponsor masuk ke industri sepak bola karena ada potensi pasar dari suporter maupun penonton umum yang menyaksikan pertandingan. Dengan mensponsori klub atau liga, suatu perusahaan berharap bisa melakukan penetrasi pasar untuk menjajakan produk. Jadi, kalau antusiasme penonton tetap tinggi, sponsor bisa dikatakan tetap berminat memberi suntikan dana untuk sepak bola.

Namun, perlu diingat bahwa tidak semudah itu untuk menggaet sponsor. Banyak perusahaan yang kecewa setelah masuk industri sepak bola lantaran tidak bisa melakukan penetrasi pasar. Atau dalam kasus lain banyak perusahaan yang takut untuk masuk ke industri sepak bola karena tidak yakin dengan potensi sepak bola. Di sinilah operator liga dan pengurus klub berperan penting.

Baik operator liga maupun manajemen setiap klub perlu melakukan riset mengenai potensi pasar. Bisa dimulai dengan riset mengenai jumlah pendukung klub, rataan penonton yang hadir ke stadion di setiap pertandingan, hingga karakteristik pendukung klubnya seperti apa baik dari segi pendidikan maupun ekonomi. Hasil riset inilah yang kemudian ditawarkan kepada calon sponsor.

Selama ini pengurus klub belum punya data riset yang baik mengenai nilai klub dan potensi pasarnya. Sejauh ini hanya Persib Bandung yang secara terbuka mengeluarkan data riset pendukungnya. Dan berkat data tersebut, Persib berhasil menggaet banyak perusahaan besar untuk menjadi sponsor klubnya. Inilah yang perlu ditiru oleh klub lain. Tidak lagi hanya mengandalkan relasi semata, tapi disertai dengan hasil riset untuk meyakinkan calon sponsor.

Jika demikian, maka untuk mengubah format kompetisi perlu pula disertai pemikiran untuk menjaga antusiasme penonton, juga bagaimana caranya menggaet sponsor. Tanpa dua elemen ini tentu suatu industri sepak bola tidak akan berjalan dengan sebagaimana mestinya.

Potensi Masalah Keamanan
Apabila suporter dan sponsor bisa dikendalikan atau setidaknya tidak terkena dampak negatif dari perubahan format. Justru yang perlu dikhawatirkan adalah persoalan keamanan. Baik yang terkait dengan pertandingan maupun hal di luar sepak bola, seperti pemilihan kepala daerah.

Pertandingan yang mempertemukan tim yang saling berdekatan memunculkan label derby yang punya aroma panas. Misalnya, pertandingan Persija melawan Persib di wilayah Jawa bagian barat, pertandingan antara PSIM Yogyakarta dan PSS Sleman dengan Persis Solo di wilayah tengah juga punya potensi menimbulkan kericuhan, maupun di bagian timur ada pertandingan antara Persebaya melawan Arema Malang.

Petugas keamanan tentu harus bekerja ekstra keras dengan pertandingan sarat gengsi dan rivalitas seperti itu. Pengalaman yang sudah-sudah, pertandingan besar seperti itu akan sulit untuk memperoleh izin dari pihak kepolisian.

Bagaimanapun, usulan dari Paul Cumming ini menarik untuk dikaji lebih mendalam. Menurut saya, jika liga wilayah memang tidak dimungkinkan, kompetisi di Indonesia sebaiknya tetap mempertimbangkan kondisi geografis dengan format dua wilayah seperti dulu.

Atau jika tetap harus hanya ada satu liga, maka itu hanya untuk kasta tertinggi. Untuk liga divisi utama ke bawah tetap per wilayah. Format seperti itu sekaligus sebagai seleksi untuk menyehatkan keuangan klub. Jika memang tidak punya kekuatan keuangan yang kuat, sebaiknya klub tidak memaksakan untuk berkompetisi di liga kasta tertinggi yang sarat gengsi dan perlu uang banyak.

Sumber: yahoo!olahraga

No comments:

Post a Comment