Social Icons

Saturday, July 27, 2013

Kuasa Hukum ASS Menuding JPU Manipulasi Fakta Sidang


SULTRA - Tim penasehat hukum terdakwa Atto Sakmiwata Sampetoding ramai-ramai menuding jaksa penuntut umum (JPU) telah memanipulasi fakta persidangan selama ini. Protes kuasa hukum Managing Director PT KMI itu dilontarkan pada pembacaan pembelaan (pledoi) di Pengadilan Tipikor Kendari, kemarin. Mereka menilai, JPU tidak menganalisa keterangan yang terkuak di persidangan selama ini, namun bertahan pada dakwaan sebelumnya yang sejak awal dianggap keliru.

   
Nasruddin SH, salah satu kuasa hukum Atto Sakmiwata Sampetoding mengungkapkan, tuntutan JPU dianggap salah konsep, salah kesimpulan atau ex falso quo libet. Jaksa dinilai salah menganalisa peristiwa hukum dan menyimpulkan kejadian sehingga dakwaan mereka keliru. Dampaknya bermuara pada kesalahan tuntutan.
   
"Tuntutan JPU sebenarnya tidak memenuhi unsur-unsur yang didakwakan untuk pasal 2 ayat 1 undang-undang nomor 31 tahun 1999 junto undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. Fakta persidangan, PT Inco sebagai pemegang hak kontrak dari Pemerintah RI sejak tahun 1968-2025 adalah pemilik nikel kadar rendah. Nikel tersebut menjadi CSR PT Inco yang pengelolaan dan pemanfaatannya diserahkan ke Pemkab Kolaka. Hal tersebut diutarakan para saksi dalam persidangan termasuk Clayton Allen Wenas, mantan presiden direktur PT Inco," ungkap Nasruddin.
   
Penyerahan nikel kadar rendah tersebut, kata dia, diasumsikan oleh jaksa sebagai barang milik negara, kemudian di diformulasikan sebagai barang milik daerah dan aset daerah. CSR tersebut dianggap sebagai hibah yang menjadi sumber barang milik daerah. "Padahal, dalam kesaksian Clayton Allen Wenas, Presider PT Inco, beberapa ahli seperti Prof. Dr. HM Said Karim, Prof. Erman Rajagukguk, LLM, PhD, serta Prof Dr. HM Djafar Saidi MH telah mengungkapkan bahwa nikel kadar rendah itu tetap menjadi milik PT Inco. Pengelolaan dan pemanfaatannya diserahkan ke Pemkab Kolaka," jelasnya.
   
Padahal, kata dia, berdasar PP nomor 6 tahun 2006 tentang pengelolaan barang milik negara/daerah junto PP nomor 38 tahun 2008, hibah merupakan pengalihan kepemilikan barang milik pemerintah pusat ke pemerintah daerah, dari pemerintah daerah ke pemerintah pusat dan sebagainya. "Nikel kadar rendah tersebut merupakan CSR PT Inco kepada masyarakat Kolaka, bukan barang milik daerah. Itu fakta persidangan," terang Nasruddin.
   
Dengan keterangan-keterangan para saksi dan ahli yang hadir dalam persidangan selama ini, lanjutnya, semua keterangan mengarah bahwa persoalan tersebut lebih cenderung berada pada wilayah perdata. Perjanjian jual beli antara Pemkab Kolaka dan PT KMI malah disalah artikan oleh jaksa, padahal wilayahnya masuk ranah perdata, bukan pidana. "JPU telah mengalami kesesatan dalam membuat konsep sehingga salah mengambil kesimpulan. Dalam persoalan ini, tidak ada kerugian negara karena nikel kadar rendah itu bukan aset negara," terangnya.
   
Dugaan JPU bahwa Bupati Kolaka (non-aktif), Buhari Matta melakukan pertemuan lebih awal bersama Presidir PT Inco, dan Managing Direktur PT KMI di salah satu restauran di Makassar pun  turut dibantah. Kehadiran Atto Sakmiwata Sampetoding dalam lokasi yang sama, memiliki agenda yang berbeda. "Protokoler Bupati telah mengagendakan Atto Sakmiwata Sampetoding bertemu dengan Buhari Matta saat itu dalam membicarakan masalah pembukaan akses PT Lion Air ke Bandara Sangia Nibandera Kolaka," jelasnya.
   
Kuasa hukum menilai, cukup banyak kejanggalan dari dakwaan JPU, termasuk audit BPKP yang dianggap tidak paripurna karena lembaga tersebut bukan lembaga yang berwenang menghitung kerugian negara, tapi BPK. Mereka pun meminta agar majelis hakim membebaskan terdakwa dari segala tuntutan atau setidak-tidaknya membebaskan terdakwa dari segala dakwaan.
   
Sidang dengan agenda pembacaan pembelaan terhadap Atto Sakmiwata Sampetoding dipimpin oleh Efendi Pasaribu SH selaku ketua majelis hakim didampingi Syamsul Bahri SH dan Kusdarwanto SH selaku hakim anggota. JPU yang hadir hanya Irna SH. Semantara Atto Sakmiwata Sampetoding didampingi kuasa hukumnya, Nasruddin SH dan Bachtiar Sitanggang SH cs. Usai membacakan pembelaannya, Efendi Pasaribu memberikan kesempatan kepada JPU mengajukan replik (tanggapan) yang akan diagendakan pada hari Rabu (31/7).
   
Terkait dengan statemen penasehat hukum Atto Sakmiwata Sampetoding yang menilai JPU melakukan kesesatan dalam perkara tersebut ditanggapi dingin oleh Irna SH. Kasi Pidsus Kejari Kolaka itu akan menjawabnya melalui replik yang akan disajikan pekan depan. "Nanti kita lihat di replik. Terkait pernyataan penasehat hukum terdakwa, saya rasa itu pekerjaan masing-masing. Jika penasehat hukum menilai seperti itu, kami JPU juga menilai mereka seperti itu," ujar Irna.
   
Seperti yang diketahui, Atto Sakmiwata Sampetoding dituntut 8 tahun penjara oleh JPU pada persidangan sebelumnya. Selain itu, jaksa juga menuntut denda Rp 500 juta atau subsidair 6 bulan penjara. Atto juga dituntut uang pengganti Rp 24,1 miliar. Selambat-lambatnya dibayar sebulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap.
   
Jika tidak, harta bendanya akan disita. Jika tidak mencukupi, akan diganti dengan hukum penjara selama 4 tahun. Kejaksaan telah menyegel 1 unit rumah mewah milik Atto Sakmiwata Sampetoding di Kompleks Perumahan Citra Land Kabupaten Gowa, Sulsel. Rumah tersebut ditaksir bernilai Rp 3,49 miliar sehingga sisa uang pengganti Rp 20,69 miliar.

Sumber: kendari pos

No comments:

Post a Comment