Social Icons

Wednesday, July 24, 2013

DPS Sultra Paling Amburadul


PUMA Kendari:
Daftar pemilih sementara (DPS) yang dirilis KPU masih jauh dari akurat dan akuntabel, bahkan terkesan amburadul. Hasil laporan sampling audit terhadap Daftar Pemilih Sementara (DPS) Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) yang dilakukan 10 Kabupaten/Kota menunjukkan 10,47 persen warga yang terdaftar dalam DPS, dinyatakan bermasalah. Temuan itu menempatkan Sultra menduduki peringkat teratas DPS bermasalah se-Indonesia di bawah Banten yang hanya 5,6 persen.
   
Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Sultra, Hamiruddin Udu mengungkapkan hasil sampling data DPS untuk mengkroscek kevalidan DPS di sejumlah Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang dilakukan Panitia Pengawas Kecamatan (panwascam) menemukan hampir disemua TPS ditemukan DPS bermasalah. Fakta yang mengejutkan hanya 89,53 persen DPS yang dinyatakan valid, sedangkan sisanya bermasalah. Pasalnya, masih teridentifikasi pemilih siluman yang tidak jelas alamat alias tidak ditemukan dan pemilih ganda.
   
"Selain itu, ditemukan pemilih yang nama dan tanggal lahir berbeda maupun Nomor Induk Kependudukan (NIK), pemilih yang belum cukup umur, anggota Polri yang terdaftar dan pemilih yang memenuhi syarat namun belum terdata. Dugaannya minimnya angka partisipasi pada pemilukada dan pemilu lalu disinyalir data DPS tidak menginterpretasikan jumlah real pemilih sebab banyak ditemukan pemilih ganda, pemilih siluman maupun warga meninggal yang masih tetap terdata," jelas Hamiruddin.
   
Dosen non aktif Unhalu ini mengaku prihatin, sebab kesemrawutan data DPS akan berpengarauh pada legitimasi terhadap proses demokrasi dalam pelaksanaan pilcaleg 2014. Apalagi Bawaslu pusat menempatkan Sultra menduduki peringkat pertama DPS yang dinilai bermasalah. Bahkan 50 persen lebih banyak dari peringkat kedua yakni Banten yang hanya 5,6 persen. Hal itu katanya diperlukan kerjasama antara lembaga penyelenggara pemilu untuk melakukan pembenahan sebelum ditetapkan dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT).
   
Amburadulnya DPS Sultra kata calon Doktor hubungan internasional ini diduga disebabkan kinerja Panitia pemuktahiran data pemilih (Pantarlih) tidak bekerja maksimal. Apalagi waktu pendataan yang hanya dua minggu dari seharusnya dua bulan, sehingga terkesan seadanya dan mengejar dealine jadwal tahapan. Namun disisi lain, dugaan PPS dan PPK tidak menginput data pantarlih juga beralasan, sebab ada temuan pemilih pemula yang tidak tercantum dalam DPS meskipun telah didata. Berdasarkan pengakuan pemilih dan pantarlih sudah melakukan pemutakhiran data DP4, namun PPK dan PPS tidak menginput ulang sebelum dicantumkan dalam DPS.
   
Jika ini tidak dituntaskan kata Hamiruddin bisa terjadi inefisiensi anggaran sebab surat suara bisa kelebihan dari jumlah wajib pilih. Ia mencontohkan semestinya surat suara yang dicetak hanya 1.000, karena datanya amburadul maka dicetak 1.500. Begitupun dengan kemungkinan akan ada upaya kecurangan karena surat suara tersisa dapat dimanfaatkan oleh oknum tertentu. Sehingga memungkinkan adanya konflik horisontal antara Partai Politik (Parpol) bahkan sesama caleg dalam satu parpol. ''Dari semua konflik itu menyebabkan instabilitas politik yang cenderung memanas dan rawan terjadi konfik. Untuk mengatisipasi hal ini, Bawaslu telah menginstruksikan panwaslu dan panwascam akan berkoordinasi dengan KPU Kabupaten/Kota maupun PPK dan PPS untuk memperbaiki DPS. Disamping itu, peran parpol dan masyarakat dalam menanggapi masukan dan tanggapan DPS namun masih minim meskipun telah ada masukan. Yang tak kalah besarnya yakni peran media dalam memberi informasi terhadap proses tahapan pemilu terutama langkah pembenahan atas temuan bawaslu di tingkat PPK dan PPS. Kita berharap ada perbaikan yang lebih baik sebelum ditetapkan dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT)," harap Hamiruddin Udu.

Sumber: kendari pos

No comments:

Post a Comment